Jumat, 01 Januari 2016

Krisis Keluarga di Barat

Rapuhnya pondasi keluarga dengan alasan kebebasan tanpa batas yang semakin meluas di tengah masyarakat Barat, menyebabkan anak-anak dan remaja menjadi korban utamanya. Kini anak-anak yang lahir dari hubungan di luar nikah di negara-negara Barat terus bertambahkan dengan angka yang semakin mengkhawatirkan. Di Jerman misalnya, data yang dikeluarkan dinas statistik federal menunjukkan setiap satu dari tiga anak yang lahir di Jerman salah seorang di antaranya lahir dari hubungan di luar nikah. Selain itu, ibu dan bapak mereka juga tidak jelas.


Koran Jerman, Die Welt dalam laporannya mengungkapkan, Jerman hingga tahun 2010 tidak pernah menghadapi masalah anak di luar nikah seperti saat ini. Bahkan, di sejumlah negara bagian di Jerman, angka kelahiran anak di luar nikah mencapai 64 persen. Eurostat melaporkan, posisi tertinggi tingkat kelahiran anak di luar nikah di kalangan negara anggota Uni Eropa ditempati oleh Estonia yang mencapai 59 persen. Sedangkan posisi terendah ditempati oleh Yunani dengan tingkat kelahiran di luar nikah sebesar tujuh persen. Eurostat juga melaporkan bahwa tingkat kelahiran anak dari hasil hubungan di luar nikah di Prancis sebesar 53 persen, Inggris 46 persen, Austria 39 persen dan Italia 24 persen.

Sejumlah peneliti mengungkapkan bahwa pemicu tingginya fenomena single parent di kalangan masyarakat Barat akibat meluasnya pergaulan bebas dan menjamurnya hubungan seksual di luar nikah. Koran Newsweek dalam laporannya menyebutkan bahwa 57 persen dari anak-anak kulit putih As yang lahir di luar nikah hidup dengan ibunya yang juga berperan sebagai ayah. Selain itu, di tengah masyarakat Barat saat ini para remaja perempuan yang menjalin hubungan seksual di luar nikah terpaksa membesarkan anaknya menjadi single parent.
Joyce Bruce, penulis dan dan jurnalis AS mengungkapkan akibat penurunan jumlah keluarga dengan kehadiran ayah dan ibu mereka. Bruce menulis, “Terjadinya penurunan jumlah keluarga dengan kehadiran ayah dan ibu memulai proses kehancuran masyarakat AS.”

Kini, hubungan seksual di luar nikah di kalangan remaja AS semakin menjamur. Media massa lokal juga memberitakan terjadinya peningkatan jumlah pelajar yang hamil akibat hubungan di luar nikah hingga melahirkan anaknya. Beberapa waktu lalu, sebuah surat kabar AS memberitakan seorang anak berusia 14 tahun melahirkan di kamar mandi. Sebelumnya, Cassidy Goodison menyembunyikan kehamilannya dan melahirkan anak di kamar mandi dalam kondisi yang sangat sulit. Tidak hanya itu, ia juga menyembunyikan bayinya dalam sebuah kardus tersembunyi. Ketika media lokal memberitakan kejadian ini, semua mata terbelalak. Bagaimana mungkin selama beberapa bulan kehamilannya tidak ada yang mengetahui bahwa pelajar itu sedang mengandung.

Tiga hari setelah kelahiran bayinya, ibu Cassidy menemukan jenazah bayi yang disembunyikan dalam kardus oleh anak perempuannya yang masih berusia 14 tahun. Lalu ia menelpon polisi. Ibunya pernah curiga dan membawanya ke rumah sakit untuk menjalani tes, tapi hasilnya negatif. Sang ibu kaget mengetahui kondisi yang menimpa anaknya selama berbulan-bulan hamil dan melahirkan bayi secara sembunyi-sembunyi. Sebuah laporan statistik mengungkapkan data bahwa lebih dari sepertiga remaja perempuan AS di bawah umur 20 tahun hamil. Fenomena tersebut menjadi masalah sosial besar yang dihadapi negeri Paman Sam itu.

Dewasa ini berbagai masalah yang timbul dalam keluarga salah satunya disebabkan oleh tidak ada pengawasan yang dilakukan ayah dan ibu terhadap anak-anaknya. Akibatnya mereka menumpahkan masalah yang dihadapi dalam pergaulan kepada rekan-rekannya. Majalah Reader’s Digest dalam salah satu edisinya mengulas fenomena tersebut. Majalah keluarga AS ini mewawancarai salah seorang dari gadis yang didera problematika, tapi tidak mendapat perhatian dari orang tuanya. Ia bertutur, “Seandainya waktu bisa kembali ke belakang. Andaikata saya bisa menjadi bagian dari keluarga bersama orang tua! Apabila saya mampu mengantisipasi munculnya sarana hubungan ilegal dengan fokus pada masa depan, maka tidak akan seperti ini jadinya !” Reader’s Digest menulis, “Penyesalan, kejahatan, keterasingan, runtuhnya keluarga dan ketidakmampuan memandang masa depan dengan optimis merupakan akibat dari hubungan bebas yang merebak di tengah masyarakat AS.”

Masalah besar yang tengah menimpa masyarakat Barat adalah munculnya ayah dan ibu dini. Mereka menjadi orang tua tanpa kesiapan yang matang. Salah satu masalah serius yang terjadi di Inggris adalah kebebasan hubungan seksual hingga melahirkan anak di luar nikah yang merebak di kalangan remaja. Mereka yang masih hijau harus menanggung beban membesarkan anak tanpa kesiapan sama sekali. Kini, masalah tersebut menjadi krisis sosial di Barat.

Beberapa waktu lalu seorang remaja laki-laki berusia 13 tahun dan anak perempuan berusia 15 tahun menjalin hubungan di luar nikah hingga melahirkan anak. Anak yang masih meminta uang dari ayahnya itu menolak saran orang tuanya untuk aborsi dan bertekad membesarkan anaknya. Meningkatnya fenomena itu menjadi tragedi baru di Inggris bernama “Anaknya Anak-anak”.   

Dewasa ini kebobrokan moral yang semakin meningkat di kalangan remaja Inggris menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan keluarga, terutama para orang tua. Koran Daily Mail pada 26 September 2011 menulis, “Kondisi di Inggris dewasa ini menyebabkan orang tua lebih memilih menyekolahkan anak-anaknya di sekolah yang memisahkan laki-laki dan perempuan.” Orang tua Inggris memandang sekolah yang mencampurkan kehadiran laki-laki dan perempuan menyebabkan anak-anak mereka tidak fokus terhadap pelajaran mereka.”

Para psikologi sosial dan sosiolog yang mengkaji faktor pemicu merebaknya fenomena samen liven dan perselingkuhan di kalangan masyarakat Barat disebabkan oleh hubungan bebas antara laki-laki dan perempuan. Sejumlah peneliti menilai hilangnya pernikahan resmi yang digantikan oleh pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan yang semakin merajalela bertentangan dengan fitrah manusia. Seorang psikolog, Karen Horney mengungkapkan bahwa hubungan sosial yang berpijak pada pergaulan bebas menyebabkan sejumlah kebutuhan biologis seperti kecenderungan seksual disalurkan secara bebas.

Para peneliti sosial menilai dampak negatif terbentuknya keluarga tanpa nikah menyebabkan runtuhnya pilar keluarga di Barat. Sebagian dari mereka menilai pernikahan resmi dan keluarga tradisonal merupakan solusi untuk mengembalikan kondisi sosial yang memburuk di Barat saat ini. Adam Bursua menuturkan, “Kita harus memperkokoh keluarga tradisional demi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak.” Menurut peneliti sosial dari negara bagian Illionis ini, penyelesaian masalah keluarga seperti single parent adalah melarang kelahiran anak di luar kerangka keluarga.

Berbeda dengan Barat, Islam memandang pemenuhan kebutuhan biologis seperti hubungan seksual hanya bisa dilakukan di dalam institusi keluarga. Salah satu dampak positif dari pernikahan adalah terjalinnya hubungan fisik, mental dan psikologis juga spiritual antara suami dan istri yang menciptakan ketentraman dan kedamaian dalam keluarga. Selain itu, potensi besar remaja yang sedang menempuh pendidikan tidak sia-sia karena dorongan kecenderungan seksual yang terlampu dini dan salah arah sebagaimana yang menjamur di Barat.(IRIBIndonesia/PH)

http://indonesian.irib.ir/islam/keluarga/item/86567-krisis-keluarga-di-barat-23

Tidak ada komentar:

Posting Komentar