Rain
“Wah aku membaca buku cinta lagi. Terakhir kali aku membaca buku cinta kalau gak salah 3 jam yang lalu,” ucapku. Tanpa menunggu, aku langsung membacanya.
Semenit, dua menit, tiga menit, tak terasa sudah satu jam aku membacanya dan baru sampai halaman 187. Isi buku ini tidak membuatku benci pada hujan. Namun, ada sebuah paragraf yang membuatku berpikir bahwa hujan adalah musuh terbesar bagi cinta. “Bayangkan, suatu ketika kau bermain di sebuah taman bermain dengan orang yang kau sayangi, tiba-tiba hujan deras datang. Tentu saja kau akan berhenti bermain. Kesal kan?”
“Pengarangnya siapa ya? Kok kayaknya kesel banget sama hujan?” tanyaku. Alakes Snowy, seorang wanita berumur 28 tahun.
“Rin? Marin! Ke bawah nak. Beli cokelat bubuk di minimarket,” Ibu memanggilku.
Aku pun segera turun, “Iya bu!” seruku. Di bawah, Ibu memberikanku uang, dan aku segera menuju pintu.
“Argh.. hujan,” aku baru menyadari kalau hujan sedang turun -saking fokus membaca.
Ibu menggeleng, “Ckckck..” Aku tersenyum simpul seraya mengambil sebuah payung berwarna biru muda.
Di jalan, aku berpapasan dengan seorang lelaki yang memakai payung abu-abu. Iseng-iseng, aku menggunakan kata-kata yang ada di buku “Rain vs Love” bagian tanya jawab.
“Apakah kau mencintai hujan?” tanyaku. Laki-laki itu terkejut. “Kalau aku justru membenci hujan,” lanjutku.
“Mengapa?” tanyanya. Persis seperti yang ditulis di buku, aku kembali menjawab.
“Biasanya hujan selalu datang di saat yang kau sedang menikmatinya,” jawabku. Tak ku sangka, orang itu mengerti dengan cepat.
“Misalnya? Saat kau sedang bermain di taman bermain dengan orang yang kau sayangi, lalu hujan datang. Pasti kau akan berhenti bermain. Kesal, kan?” ia berhenti sejenak.
“Kau tidak usah mengutip buku ‘Rain vs Love’ karangan Alakes Snowy, halaman 174, paragraf ketiga, baris keempat!” lanjutnya.
“Apakah kau mencintai hujan? Kalau iya, tunjukkan,” meskipun aku kaget dia begitu hafal buku itu, aku berusaha tetap tenang.
“Namaku Rain, lahir di saat hujan sedang turun.” dia berhenti sejenak. Aku menatapnya. Dia tiba-tiba melempar payungnya.
“Payung adalah pelindung dari hujan, menjauhkan kita dari hujan. Ku lempar itu karena aku mencintai apa yang dia jauhi,” kata-katanya benar-benar jelas.
“Coba saja sebutkan contoh yang menguntungkan dari hujan!” aku tak mau kalah. Meski dia sudah basah kuyup, tapi pikirannya tetap cermelang.
“Ketika seseorang yang menyayangimu datang memberikan payung untukmu,” dia menjawab sambil berjalan meninggalkanku.
—
“Pagi, Rin!” sapa Kenya, temanku.
“Pagi,” aku membalasnya sambil tersenyum. Aku menatap langit yang agak mendung.
“Ketika seseorang yang menyayangimu datang.. memberikan payung untukmu..” Deg! Kenapa kata-kata seminggu yang lalu muncul di benakku?
“Aaargh.. lupakan, aku harus fokus belajar,” ujarku.
Pelajaran berlangsung agak seru hari itu. Aku benar-benar menikmatinya. Namun, siangnya hujan deras datang. Aku sedikit kesel karena aku lupa membawa payung.
“Aah..” aku mengeluh. Aku berdiri di depan pintu kelasku. Tiba-tiba seseorang memegang pundakku. Tentu saja aku kaget.
“Ah!” spontan aku menengok ke belakang. Dia..
“Hey, gak pulang?” tanyanya. Aku hanya menunduk.
“Um.. aku gak bawa payung, Will,” jawabku sambil menengok ke arah Will.
“Mau ku anter?” tawarnya. ‘..Ketika seseorang yang menyayangimu datang, memberikan payung untukmu..’ kata-kata itu..
“Oh, oke,” aku hanya menerimanya daripada sendirian di sini. Payung hijau tua itu tak cukup besar, jadi separuh badanku basah. Begitu juga Will. Aaah.. aku merasa bersalah.
“Em, Rin. Apa kau menyukai hujan?” tanyanya tiba-tiba. Aku menengok ke arahnya.
“Sedikit,” jawabku pelan. Dia menatap lurus ke depan.
“Kalau aku suka. Aku seneng separuh badanku basah,” Will tersenyum bangga. Aku melongo, “Loh, kok?”
“Lihat aja kalau kamu pulang!” jawabnya. Aku pasrah-pasrah aja.
Sesampainya di rumah.
“Aku pulang!” seruku.
“Ah, Rin sudah pulang ya?” tanya Ibu. Aku hanya mengangguk.
“Mandi sore sana!” suruh Ibu.
Aku menuruti kata-kata Ibuku. Brrrr…. airnya dingin banget!
“Haah.. dingin banget nih!” keluhku. Ibu tersenyum.
“Tuh, sudah Ibu buatin cokelat panas. Diminum, biar kamu gak kedinginan,”
Will.. ini kah yang kau maksud? Rain, kau benar.. hujan tidaklah selalu buruk.
Cerpen Karangan: Ene Mahira
Blog: http://gohelchi.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar